Sabtu, 13 Oktober 2012

review buku islamisasi ilmu pengetahuan


REVIEW BUKU
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Keterpaduan Islam dan Iptek
Dosen : Edy Chandra, S.Si, M.A






Disusun Oleh :

       WELLI UTAMI
59461292

TARBIYAH / IPA-BIOLOGI (D) / SEMESTER VII

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012



REVIEW BUKU

1.    INFO BUKU
Judul buku            : Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Judul Asli              : Islamization of Knowledge
Pengarang             : Ismail Al – Faruqi
Penerjemah           : Mustafa Kasim (edisi Malaysia) & Andre Wahyu (edisi
  Indonesia)
Penerbit                 : Lontar Utama
Tahun terbit          : 2000 (Cetakan pertama)
Tebal buku            : 150 Halaman

2.    RINGKASAN ISI BUKU
            Buku ini merupakan sebuah rancangan tentang islamisasi ilmu pengetahuan bagi para intelektual islam di seluruh dunia, rancangan ini sangat penting karena memperhatikan secara cermat suatu keadaan, pengalaman masa lampau serta rencana masa depan menuju satu arah perubahan yang diinginkan. Semua ini merupakan langkah dasar untuk survive dan kejayaan islam.
Rancangan ini juga menegaskan keadaan umat yang kini sedang dilanda ‘krisis” yang sangat berbahaya. Sehubungan dengan itu, rancangan ini berusaha mengemukakan satu penawar yang tepat untuk penyembuhan penyakit umat. Krisis umat mencapai puncaknya ketika barat berhasil mewujudkan suatu kekuatan asing di atas bumi islam yang berfungsi sebagai pusat untuk menyemai segala rencana dan cita-cita mereka. Implementasi kekuatatn tersebut dibuat melalui bentuk imperealisme yang paling lazim. Dan hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri bagi umat islam.
Buku ini memiliki delapan bab yang masing-masing bab menjelaskan secara rinci mengenai isi buku. Bab pertama pada buku ini bercerita tentang masalah yang diangkat dalam buku ini yaitu tentang krisis umat. Saat ini umat islam sedang dalam posisi terbawah jika diukur dengan bangsa lain di dunia, pada abad ini pula, tidak ada bangsa lain yang menerima nasib: kekalahan dan penghinaan yang sama dengan umat islam. Dunia umat islam selalu digambarkan dalam keadaan perselisihan dan perpecahan internasional, pergolakan antar sesama, peperangan serta ancaman umat islam terhadap keamanan dunia. Dalam pikiran barat, dunia islam merupakan dunia “orang yang sakit” dan akibatnya seluruh dunia terpengaruh dengan asumsi akar dari segala kebinasaan adalah agama islam.
Dampak utama krisis umat ini terjadi di segala aspek mulai dari konteks politik, ekonomi, sampai konteks kebudayaan dan agama. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa puncak dan akar “krisis umat” ialah sistem pendidikan. Sistem pendidikan barat telah mendapat dukungan yang besar untuk menyingkirkan sistem pendidikan islam. Di banyak tempat, pendidikan islam lebih bersifat swasta dan sulit unutk menerima bantuan masyarakat. Contoh klasiknya adalah Al-Azhar dengan cara mengkonfrontasikan dua konsep kurikulum pendidikan yamg saling bertentangan yaitu “islam dan modernisme”.
Masalah rendahnya mutu institusi dunia islam tidak dapat terselesaikan, keadaan ini terjadi kerna tidak adanya visi. Dalam dunia islam, visi islam tidak diajarkan langsung kepada semua pelajar tidak sebagaiman dalam tradisi barat yang mengajarkan visi kepada semua pelajar dengan konsisten, integral, penuh komitmen dan kesungguhan serta komprehensif.
Bab kedua dalam buku ini berisi tentang tugas yaitu tugas utama yang mesti dilakukan oleh umat islam. Tugas utama yang mesti dilakukan oleh umat islam adalah masalah pendidikan. Yang diperlukan ialah mereformasi sistem pendidikan di dunia islam yang saat ini terbagi kepada sistem pendidikan iaslam dan pendidikan sekuler haruslah diubah dan dihapuskan. Kedua sistem ini mesti disatukan dan dilengkapi, sementara dalam sistem yang baru hendaklah ditanamkan ruh islam yang berfungsi sebagai bagian dari usaha ideologisasi yang utuh.
Sistem pendidikan islam seharusnya diintegrasikan dengan sistem pendidikan sekuler di sekolah-sekolah dan universitas. Integrasi ini diharapkan akan melahirkan suatu sistem pendidikan baru yang seragam dengan mengambil hal-hal terbaik dari kedua sistem tersebut. Penyatuan ini diharapkan dapat membawa ilmu-ilmu islam kepada sistem sekuler dan ilmu-ilmu moderen kepada sistem islam.
Satu langkah penting dalam usaha untuk mencegah pengikisan nilai-nilai islam ialah mewajibkan setiap pelajar selama waktu studi mengambil mata pelajaran kebudayaan islam. Mereka harus mengetahui warisan umat islam, memiliki jiwa islam serta membiasakan diri dengan peradabannya agar mereka memahami identitasnya sebagai umat islam.
  Tanggung jawab mengislamkan ilmu pengetahuan merupakan tugas yang amat sulit untuk dilaksanakan. Inilah tugas besar yang harus dihadapi para cendekiawan dan pemimpin islam. Mereka harus mengkaji kembali keseluruhan warisan ilmu pengetahuan manusia berdasarkna visi islam. Kandungannya merupakan obyek berbagai disiplin ilmu. Mengkaji lagi ilmu pengetahuan dengan mengaitkan islam ialah mengislamkannya. Ini berarti untuk menentukan, menyusun fakta, memikirkan sebab dan kaitan fakta, menilai kesimpulan, dan juga untuk merancang ulang tujuan-tujuannya. Semuanya harus dilakukan dengan rapi agar visi islam kaya akan disiplin ilmu dan sesuai dengan tujuan islam.
Bab ketiga buku ini berisi tentang metodologi tradisional yaitu dengan menentukan segala modifikasi dan mentaati syariah secara kaku. Mereka juga meninggalkan sumber utama kreativitas  perundang-undangan yaitu ijtihad; dengan menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Mereka menjaga syariah sebagaimana yang telah disempurnakan dari hasil kerja para nenek moyang dan menyatakan apa saja yang timbul darinya merupakan suatu pembaruan. Setiap pembaruan yang tidak diinginkan akan dikecam. Seperti yang telah diperlihatkan di sekolah-sekolah, syariah menjadi kaku dan merupakan perwujudan islam itu sendiri. Penerimaan secara lebih mendalam akan tasawuf dan tarekat-tarekat dapat membantu umat islam dalam mengatasi kesulitan mereka berkenaan dengan tidak adanya ijtihad sebagai sumber kreativitas. Dengan ini syariah kekal sebagai sistem tertutup hingga kini saat ilmu pengetahuan dan teknologi modern memberi kekuatan kepada barat untuk menggempur dan mengalahkan umat islam.
Dalam sistem tradisional, beberapa usaha pembaruan telah dilakukan dan yang paling berani adalah yang diusulkan oleh muhammad ‘abduh dan gurunya jamaluddin al-afghani. Meskipun umat islam di semua tempat sadar dan menerima usulan utnuk membuka kembali pintu ijtihad tetapi langkah itu gagal karena para mujtahid tidak berubah.
Perkembangan yang paling tragis dalam sejarah intelektual umat islam ialah pemisahan anatara wahyu dan akal. Sebenarnya pemisahan ini berasal dari logika yunani dan berpengaruh terhadap sebagian umat islam yang sangat berhasrat mempergunakan metodologi-metodologi tersebut untuk meyakinkan masyarakat non islam tentang kebenaran islam. Keadaan ini menyebabkan keduanya; wahyu dan akal berada di satu lorong terpisah.
Pemisahan antara wahyu dan akal sama sekali tidak dapat diterima. Hal tersebut berpengaruh nergatif bagi seluruh ruh islam, bertentangan dengan ajaran utama Al-Quran dalam berargumentasi, menganalisis segala masalah secara rasional, memihak kepada argumentasi sederhana dan lebih rasioanal. Secara tegas, islam mengajak manusia agar mempergunakan akal dan kemampuan alamiahnya untuk membuat suatu pertimbangan atas semua tuntutan dan pilihan serta senantiasa berada dalam keadaan yakin. Hal ini akan menjadikan manusia seanantiasa tegas dan berkata benar setelah benar-benar yakin akan sesuatu serta senantiasa melakukan tindakan yang realistis. Peringatan, perintah serta arahan-arahan seperti ini terdapat dalam setiap halaman Al-Quran. Tanpa akal, kebenaran wahyu tidak dapat dibuktikan dan kita tidak dapat mengetahui bahwa wahyu itu benar sebagai firman tuhan.
Pada permulaan sejarah islam, pemimpin merupakan pemikir dan pemikir adalah pemimpin. Visi islam masa itu dominan dan bersemangat untuk merealisasikan sejarah yang menentukan semua tindak-tanduk dan cita-cita umat. Visi tersebut merupakan hal utama yang dipikirkan oleh seluruh masyarakat islam. Setiap umat islam sadar untuk mencari jalan dengan meneliti kebenaran serta peluang saat menjalani reinkarnasi ke dalam bentuk-bentuk islam. Oleh karena itu, pemikiran islam ditegakkan ke arah realitas alamiah, maka ikatan yang terbina dari kehidupan dan praktik ini menghasilkan laboratorium yang dapat dipergunakan sebagai tempat percobaan ide-ide kreatif pemikiran islam.
Kemudian, perpaduan antara  pemikiran dan tindakan terpisah. Pada saat keduanya mulai terpisah, saat itu pula potensi keduanya menurun. Para pemimpin poloitik dan penguasa menghadapi krisis berkepanjangan tanpa mempertimbangkan pemikiran, atau tanpa berunding denngan orang yang berilmu untuk mendapat kearifannya. Akibatnya terjadilah kekacauan dan keadaan ini menyababkan para bijak teralienasi dan terpisah dari mereka. Untuk memperetahankan kedudukannya, para pemimpin politik lebih banyak melakukan kecurangan dan kesalahan. Sementara itu, para pemikir dipisahkan dari partisipasi aktifnya kepada umat, serta menggunakan nilai-nilai luhur sebagai landasan untuk mengkritik politik pihak penguasa. Diantara mereka mulai memuaskan kepentingannya dengan menghalalkan masalah yang bertentangan dengan norma-norma dan kebenaran.
Al-shirath al-mustaqim atau “jalan yang lurus”, merupakan harapan semua pihak dan dipraktikkan oleh kaum muslimin sebagai jalan penyatuan dari visi islam. Pada saat kejatuhan islam dan pemisahan pemikiran dari praktik atau tindakan, jalan tersebut terpecah dua; jalan Allah atau kesalehan dan jalan keduniaan.
Bab keempat dalam buku ini berisi tentang prinsip dasar metodologi islam. Sebagai prasyarat untuk menghapuskan dualisme sistem pendidikan dan dualisme corak kehidupan dalam mencari penyelesaian masalah yang dihadapi oleh umat islam, maka perlu dilakukan islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan sewajarnya mengamati prinsip-prinsip yang dianggap penting dalam islam. Untuk menarik kembali disiplin-disiplin keilmuan ke dalam islam berarti harus merumuskan teori, prinsip-prinsip metodologis dan tujuan-tujuan yang tunduk kepada keesaan Allah, kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan kehidupan, kesatuan kemanusiaan, serta sifat wahyu dan akal yang saling melengkapi.
Prinsip tauhid, mengesakan Allah Swt. Adalah prinsip utama dalam islam, dan apa saja yang islamiah ialah keesaan kepada Allah Swt. Tiada Tuhan selain Allah, tidak ada satu masalahpun selain dari-Nya. Allah secara mutlak Esa, Allah Maha Pencipta, dan atas kehendak-Nya segala sesuatu dapat terjadi.
            Bab kelima dalam buku ini berisi tentang rencana kerja. Ada beberapa obyek rencana kerja, antara lain:
a)    Penguasaan disiplin ilmu pengetahuan modern.
b)   Penguasaan warisan ilmu pengetahuan islam.
c)    Menentukan relevansi islam dengan setiap bidang ilmu penegtahuan modern.
d)   Mencari sintesis kretaif antara warisan ilmu pengetahuan islam dengan ilmu pengetahuan modern.
e)    Memeberikan arah bagi pemikiran islam ke jalan yang sesuai dengan petunjuk Allah Swt.
Adapun langkah-langkah penting dalam islamisasi ilmu pengetahuan yaitu pertama, menguasai dan mahir dalam  disiplin ilmu pengetahuan modern: penguraian kategori. Disiplin-disiplin ilmu pengetahuan di barat berada dalam tahap kemajuan, kemudian dipecah kepada beberapa kategori prinsip, metodologi, masalah, dan tema. Kedua, tinjauan disiplin ilmu pengetahuan. Langkah ini bertujuan untuk memantapkan pemahaman umat islam tentang disiplin ilmu pengetahuan yang berkembang di barat. Ketiga, menguasai warisan islam: sebuah ontologi. Langkah ini melibatkan persiapan penerbitan beberapa jilid ontologi bacaan-bacaan terpilih dari warisan islam untuk setiap disisplin ilmu pengetahuan modern. Keempat, menguasai warisan islam: tahap analisis. Guna lebih mendekatkan hasil-hasil karya warisan islam dengan para sarjana muslim yang terdidik secara barat, kita perlu melakukan sesuatu yang lebih besar dari sekedar menyampaikan bahan-bahan dalam bentuk ontologi. Kelima, penentuan penyesuaian islam yang khusus terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan. Langkah-langkah terdahulu merupakan usaha dalam merumuskan masalah bagi para pemikir islam. Semuanya secara bersamaan, mengusahakan perkembangan disiplin ilmu yang luput dari pengawasan selagi mereka terlelap dalam tidur. Keempat langkah tersebut diatas harus mampu menjelaskan kepada mereka dengan teknik tinggi dan penjelasan yang meyakinkan tentang sumbangan warisan islam dalam bidang-bidang yang dipelajari serta tujuan umum disiplin ilmu pengetahuan modern pada tingkat teori, rujukan, dan aplikasinya.
Keenam, penilaian kritis terhadap disiplin ilmu pengetahuan modern: hakikat dan kedudukannya saat ini.  Disiplin ilmu pengetahuan modern dan warisan islam telah dipaparkan, maka metodologi, prinsip, tema, masalah, dan pencapaiana keduanya pun telah diketahui, dikaji dan dianalisis. Akhirnya hubungan khusus antar islam dengan disiplin ilmu pengetahuan menjadi tegas. Dengan itu, setiap disiplin mestilah menjadi subyek analisis kritis dari sudut pendirian islam. Hal ini merupakan suatu langkah utama dalam proses islamisasi ilmu pengetahuan. Ketujuh, penilaian kritis terhadap warisan islam; perkembangannya saat ini. Apabila mengemukakan warisan islam, maksud pertama ialah al-Quran dan sunnah rasulullah Saw. Keduanya bukanlah obyek untuk dikritik atau dinilai. Kedudukan al-Quran yang datngnya dari Allha dan kesempurnaan sunnah tidak dapat disangkal lagi. Walau bagaimanapun juga, penialian umat islam tentang kedua hal tersebut dapat dipersoalkan. Malahan sewajarnya selalu dinilai dan di kritik berdasarkan prinsip-prinsip yang bersumber pada kedua dasar islam itu sendiri. Karya ilmiah manusia walaupun berdasarkan pada kedua sumber utama diatas ia tetap sebagai usaha intelektual manusia. Unsur manusia ini perlu dikaji kemballi karena tidak lagi memainkan peran yang dinamis dalam kehidupan umat islam saat ini seperti yang seharusnya. Kedelapan, kajian masalah utama umat islam. Umat islam telah terbangun dari tidur yang panjang, maka pada hari ini mereka berhadapan dengan masalah-masalah yang hebat diseluruh bidang kehidupan. Kebijaksanaan setiap disiplin ilmu pengetahuan sewajarnya dipaparkan dan dimanfaatkan untuk memikul masalah umat islam, agar dapat dipahami dan dinilai dengan benar serta tepat pengaruhnya terhadap kehidupan umat, dengan membuat daftar secara teliti semua pengaruh yang diberikan bagi tujuan keberadaan islam di dunia. Kesembilan, kajian tentang masalah yang dihadapi umat manusia. Langkah ini merupakan satu bagaian dari visi islam dalam memikul tanggung jawab bukan saja untuk kebaikan umat islam tapi untuk seluruh umat manusia di dunia. Sesungguhnya, amanah Allah SWT meliputi seluruh jagat raya, dan implikasi tanggung jawab manusia terdapat di dalamnya yang harus sejalan. Dalam beberapa hal, umat islam masih tertinggal jika dibandingkan dengan bangsa lain secara keseluruhan. Tetapi, secara dogmatis, paling memungkinkan dapat menggabungkan bidang kemakmuran agama, etika dan material sekaligus, tanpa tersaingi. Hanya umat islam an sich yang memiliki visi yang diperlukan untuk kemjauan peradaban manusia hingga dapat membuat sejarah berjalan ke arah yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kesepuluh, analisis kreatif dan sintesis. Setelah memahami, menguasai disiplin ilmu-ilmu pengetahuan modern dan ilmu-ilmu pengetahuan islam tradisional, menilai kekuatan dan kelemahan keduanya, menentukan kaitan islam dengan bidang-bidang pemikiran ilmiah tertentu pada disiplin ilmu-ilmu pengetahuan modern.
Kesebelas, membentuk kembali disiplin ilmu modern dalam kerangka kerja islam: buku teks universitas. Islamisasi disiplin ilmu pengetahuan tidak mungkin terlaksana hanya dengan sebuah buku teks meskipun berkualitas. Dibutuhkan sejumlah buku teks dalam usaha merealisasikan ketahanan intelektual para pemikir islam serta kebutuhan dasar kaum muslimin yang tidak terbatas dalam merancang dan memperkenalkan visi islam. Keduabelas, pendistribusian ilmu yang telah diislamkan. Merupakan kesia-siaan apabila hasil karya para sarjana islam hanya disimpan sebagai koleksi pribadi. Karya-karya intelektual yang dihasilkan bertujuan untuk membangkitkan, memberi petunjuk dan memperkayakan umat islam ataupun umat manusia di dunia. Ini sebabnya kerangka kerja islam menyarankan agar hasil kerja yang diperoleh harus disebarluaskan kepada setiap sarjana islam. Alat bantu lain yang diperlukan untuk mempercepat islamisasi ilmu pengetahuan yaitu konfrensi dan seminar serta lokakarya untuk pembinaan para pegawai.
Bab keenam dalam buku ini berisi tentang agenda institut. Walaupun agenda yang dibicarakan dalam buku ini pada hakikatnya merupakan tindakan yang akan diambil pihak institut, namun hal tersebut merupakan rencana umum yang menyeluruh.
Rencana islamisasi ilmu pengetahuan yang telah dibuat oleh pihak institut adalah menanamkan kesadaran di kalangan umat tentang adanya krisis pendapat/ide, menanamkan pemahaman inheren akan sifat-sifat krisis ide dalam pemikiran islam; mengetahui sebab dan solusinya, memberikan definisi kritis hubungan antara kegagalan pemikiran islam dan metodologinya, membangkitkan ideologi umat, mempergunakan serta menyatukan metodologi islam dalam disiplin ilmu sosial-kemasyarakatan, melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan ke arah pembangunan  kebudayaan dan metodologi islam saat ini, membantu membuat suatu penelitian, kajian, dan tugas kerja atas metodologi dan cakupannya, dalam rangka menjelaskan konsepsi islam serta pandangan intelektual dalam meletakkan dasara bagi perkembangan ilmu, serta menyediakan kader-kader cendekiawan yang dibutuhkan dalam mengembangkan islamisasi ilmu  pengetahuan melalui berbagai kajian.
Bab ketujuh dalam buku ini berisi tentang penjelasan penting. Tanpa visi yang menyeluruh dan padu, krisis yang dihadapi tidak dapat diselesaikan dengan memfokuskan perhatian pada aspek-aspek tertentu atau isu penting dan mengabaikan yang lain. Kita mesti bergerak dengan bijak dan ilmiah, yang selama ini dapat menghalangi kita melengkapi diri dengan baik dalam menyiapkan corak dasar kebudayaan islam bagi individu dan masyarakat. Perlu ditegaskan disini bahwa, “islamisasi” melambangkan kebenaran, keadilan, perubahan, dan pembaruan yang melibatkan seluruh umat islam. Secara definitif, perhatian dan fokusnya tercurah untuk seluruh umat manusia. Islamisasi bertujuan mengkaruniakan kehormatan dan kemuliaan kepada semua manusia yang hidup di bumi ini.
Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan salah satu aspek islamisasi secara keseluruhan, islamisasi ilmu pengetahuan ialah kerangka kerja yang menyeluruh dan menentukan tahap perkembangan individu dan masyarakat, pemikiran dan tindakan, pendidikan dan praktik, pengetahuan dan organisasi, pemerintah dan rakyat, dunia masa kini dan masa yang akan datang.
Bab kedelapan  dalam buku ini berisi tentang kebutuhan keuangan berupa wakaf dan penanaman modal. Dukungan terhadap kegiatan kesejahteraan dan pelayanan umum dalam bentuk sumbangan-sumbangan resmi yang terbatas menyebabkan umat kehilangan salah satu dari sumber bantuan yang utama guna melakukan aktivitas yang kreatif dan inovatif. Keterbatasan ini disebabkan  kelemahan yang signifikan dari segi politik, administrasi, dll. Sumber ini didapatkan dari usaha privatisasi yang memiliki unsur kebaikan atau atas budi baik individu serta kesungguhan mereka terhadap reformasi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Sekarang ini sumbangan-sumbangan sulit di dapat dan kalaupun mungkin hal tersebut amat sedikit serta bersifat insidental. Siapapun yang memerlukan sumber keuangan perlu berusaha keras. Hal ini secra tiodak langsung berdampak kepada aktivitas dan prestasi kerja, disamping banyak membuang waktu dengan melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan sumbangan atau derma ini. Tambahan lagi, perjalanan tersebut menyebabkan lebih banyak pembagian tugas dan membuang waktu istimewa mereka yang berbakat.

3.    KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU

KELEBIHAN
Kelebihan dari buku ini ialah memberikan pandangan secara berurutan dan terklasifikasi cukup baik, yakni antara permasalahan dan tantangan yang dihadapi ummah, mengidentifikasi sumber problematika dan malaise yang dihadapi ummah dari beberapa bidang yang ternyata jika ditelusuri semuanya berpusat pada sistem pendidikan dan pendidikan Islam itu sendiri.
Selain mengidentifikasi malaise yang dihadapi ummah saat ini, buku yang terbentuk dari makalah yang ditulis oleh Isma’il Raji al Faruqi ini juga memberikan pandangan secara mendetail terkait seperti Islamisasi Pengetahuan yang dimaksud dalam dunia pendidikan Islam.
Kelebihan selanjutnya adalah mengenai penjelasan yang menjadi pembahasan pokok dalam buku ini tentang gambaran tugas ummah kedepan mesti seperti apa. Kemudian, penulis pun memberikan gambaran dan penawaran langkah-langkah agar Islamisasi Pengetahuan ini dapat mencapai tujuannya dalam dunia pendidikan Islam. Sehingga dapat terciptanya kebudayaan dan peradaban islam itu sendiri.
Kelebihan dalam organisasi penulisan temasuk tata cara, struktur dan tanda baca penulisan menurut saya cukup baik. Karena beberapa pembahasan mudah dimengerti bagi kalangan akademis dan selalu dijelaskan secara kontekstual. Strukturnya pun cukup baik karena menjelaskan klimaks permasalahan dan kemudian terdapat tawaran dan gambaran mengenai solusi. Kemudian, tanda baca yang ada cukup baik, disamping buku ini merupakan terjemahan bahasa.
Buku ini juga merupakan bacaan scholar, maksudnya buku untuk akademisi. Buku ini dapat dipakai sebagai referensi dalam penelitian dan juga sebagai bahan perbandingan pemikiran atau pandangan.

KELEMAHAN
Kelemahan dari buku ini tidak begitu banyak, antara lain yaitu bahasa tulisan dalam buku ini yang merupakan terjemahan, menjadikan beberapa penjelasa dalam buku ini menjadi kurang langsung dapat dipahami. Kemudian ada pula tanda baca yang tidak beraturan dalam buku ini. Selain itu, ketidakjelasan dalam buku ini mungkin disebabkan juga oleh isinya yang merupakan makalah yang dibukukan. Jadi, tidak begitu terstruktur rapih.
Selain itu terkait pembahasan yang ada dalam buku ini, buku ini lebih banyak membahas tentang seperti apa ilmu yang ada di-Islamisasikan dan semua itu jika dilihat cenderung bersifat implisit karena membahas tentang dunia Pendidikan. Menurut saya lebih bagus judul buku ini adalah “Islamisasi Pendidikan atau Pendidikan Islam”.
Kemudian, cetakan buku yang belum pernah ada pembaharuan menjadi kelemahan buku ini juga, karena isi dan tulisan buku yang terlihat lampau, ditambah lagi dengan bentuk dan covernya yang kurang impressive



                                                                                                    

Senin, 10 September 2012

Artikel Pendidikan

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Jurnal Pendidikan Biologi

PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman siswa tentang biologi sebagai ilmu, diasumsikan sebagai ilmu hafalan dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan keseharian.. Anggapan yang timbul karena mereka melihat biologi sebagai ilmu yang banyak mempergunakan bahasa latin sebagai bahasa ilmiah. Juga akibat pengalaman belajar yang bersifat verbalistis dan tidak pernah diajak belajar di luar kelas. Pengalaman belajar di sekolah sebelumnya lebih bersifat tekstual dan lebih menekankan pada penyelesaiaan soal-soal daripada pembelajaran secara praksis.

Model pembelajaran yang memisahkan konsep dengan realitas kehidupan sehari-hari, semakin menjauhkan pemahaman hubungan ilmu biologi dengan , alam sekitar dan kehidupan siswa. Suatu kondisi yang kemudian menimbulkan persepsi yang keliru , dan melepaskan relevansi ilmu biologi dengan realitas kehidupan siswa. Suatu pembelajaran verbalistik yang kurang memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sebagai sumber belajar yang paling dekat dengan diri anak. Suatu realitas yang tidak dapat diingkari bahwa banyak siswa SMA yang tidak mengenal aneka jenis tanaman hias yang ada di halaman sekolah.

Persoalan di atas merupakan persoalan klise yang selalu muncul, karena orientasi pembelajaran yang dilakukan guru tidak pernah mendekatkan siswa dengan lingkungan secara langsung. Suatu pola pembelajaran yang didominasi guru tanpa mempertimbangkan latar belakang, pengalaman, dan lingkungan sekitar siswa. Sehingga siswa hanya berfungsi sebagai obyek, tanpa mampu mengembangkan diri, dan lingkungan sebagai sumber belajar tidak dimanfaatkan secara optimal

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, berjudul:

PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH
UNTUK MENANAMKAN PEMAHAMAN RELEVANSI BIOLOGI DENGAN ALAM SEKITAR MELALUI PEMBENTUKAN
KELOMPOK SINDIKAT DAN STUDI KASUS DI SMA 1 SUMENEP

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di latar belakang, peneliti merumuskan permasalahan, sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh pembentukan kelompok sindikat untuk menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pembentukan kelompok sindikat dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar;

2. Memberikan alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah, sehingga tercipta suasana yang rileks dan menyenangkan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Teoritis
Mempraktikan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan aneka metode pembelajaran yang menyenangkan, dengan memperlakukan siswa sebagai subyek, yang mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

2. Empiris
Bagi guru dapat meningkatkan kecakapan dalam menyusun perencanaan program pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan serta latar belakang pengalaman siswa. Mendekatkan anak dengan lingkungan sekitar, sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan pada gilirannya dapat menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta.

E. Penjelasan Istilah

Pembelajaran Ekosistem ; proses pembelajaran yang menjelaskan konsep kesatuan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi.

Taman Sekolah, adalah taman artifisial yang ditanam aneka tanaman hias dan pelindung untuk mengindahkan dan menghijaukan lahan di pekarangan sekolah.

Pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar, adalah hubungan antara alam ilmu biologi dengan alam sekitar tempat tinggal atau kehidupan nyata sehari-hari, menekankan pentingnya peran manusia dalam melestarikan lingkungan.

Kelompok Sindikat adalah pembentukan sindikat di antara siswa untuk memilih anggota kelompok dengan teman yang paling disukai dan dianggap bisa untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah atau mendiskusikan permasalahan

Studi Kasus; metode pembelajaran dengan mengambil kasus lingkungan aktual, untuk diselidiki dan dicarikan cara penyelesaiannya KAJIAN PUSTAKA

A. Relevansi Ilmu Biologi dengan Kehidupan Sehari - hari

Pesatnya perkemebangan sains dan teknologi telah banyak memerikan perubahan terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Suatu perubahan yang memberikan berbagai kemudahan bagi manusia, sehingga semuanya bisa dilakukan dengan cepat dan efisien. Perubahan kehiduapn yang menggiring manusia pada perilaku instan dan serba mekanis.

Perubahan yang kemudian semakin menjauhkan manusia dari lingkungannya, alam semakin teralineasi dari kehidupan manusia. Sehingga berbagai dampak perubahan alam belakangan ini menimpa kehidupan manusia. Suatu peringatan yang meminta manusia untuk introspeksi diri mengenai hubungan dirinya dengan alam.

Maka, dalam kondisi demikian itu, ilmu biologi memiliki peranan untuk mengaktualisasikan relevansi antara manusia dengan lingkungannya.

Pembelajaran biologi menyangkut proses belajar yang berkaitan dengan makhluk hidup dengan lingkungannya. Suatu proses pembelajaran yang selalu berhubungan dengan aktivitas kehidupan nyata.De Porter (2000:5) menjelaskan bahwa interaksi dari berbagai macam momen di sekitar mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warna negara yang demokratis dan bertanggungjawab.Untuk mencapai ke arah tujuan pendidikan nasional tersebut, secara mikro setiap proses pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif, tetapi juga mengembangkan kecakapan aspek efektif dan psikomotorik. Selanjutnya akan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara berimbang.

Proses pembelajaran biologi sebagai kegiatan mikro dalam kerangka mencapai tujuan nasional, harus bertumpu kepada upaya-upaya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, dan iklim belajar serta diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri , sikap dan perilaku inovatif dan kreatif. Pada gilirannya pendidikan akan mampu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bertanggungjawab

Hadiat (1998/1999:5), menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi pembelajaran biologi di SMA, agar siswa memahami konsep-konsep biologi dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga menyadari akan kebesaran dan kekuasaan penciptanya.

Johar (1990), menjelaskan pemanfaatan lingkungan lokal merupakan pendekatan sosialisasi anak didik terhadap obyek dan persoalan biologi di lingkungan anak didik. Pada gilirannya mereka mampu menyatu dengan lingkungannya, menyatu dengan ekosistemnya. Sisoalisasi sejak dini dengan memanfaatkan lingkungan lokal dengan alam dan budaya setempat kepada anak didik akan menuju terwujudnya manusia Indonesia yang cinta tanah air, berkepribadian dan berkesadaran nasional. Sekaligus dapat menumbuhkan pemahaman mengenai relevansi antara ilmu biologi dengan lingkungan alam, dan kehidupan sehari-hari.

B. Pembelajaran Kontekstual Dan Kooperatif

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas. Sedikit- demi sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Karakteristik pembelajaran kontekstual, di antaranya:
1. melakukan hubungan yang bermakna;
2. melakukan kegiatan yang signifikan;
3. belajar yang diatur sendiri;
4. bekerjasama;
5. berpikir kritis (Nurhadi,2003: 14)

Sedangkan belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec in Nurhadi,2003:20)

Menurut Abdurrahman dan Bintoro, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata.

Bruner (Siberman, 2000:8) mendeskripsikan belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespon yang lain dalam mencapai suatu tujuan. Suatu reciprocity yang merupakan sumber motivasi yang setiap pengajar dapat menjalankan stimulasi untuk belajar.

Dari berbagai uraian tersebut, maka sebenarnya pembentukan kelompok sindikat, merupakan suatu variasi dari pembelajaran kooperatif dengan memberikan pilihan bagi siswa untuk menentukan anggota kelompoknya sendiri yang dianggap bisa bekerjasama dalam menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapinya.

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Metode Penelitian

Penelitian ini mengacu kepada penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam dua siklus: pertama, untuk mengatasi masalah persepsi mengenai hubungan biologi dan alam sekitar. Pada siklus pertama setelah mengetahui kondisi siswa peneliti mempergunakan alternatif metode pembentukan kelompok sindikat dan pada siklus berikutnya divariasikan dengan pendekatan studi kasus

kedua, mengatasi kesalahan persepsi dan menanamkan konsep hubungan biologi dengan alam sekitar. Prosedur penelitian ini meliputi meliputi 4 tahapan yaitu; Perancangan, pelaksanaan, tindakan, observasi dan refleksi. (Kemmis dan MC Taggart in FX. Sudarsono, 1996)

B. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif dengan berpatokan kepada standar minimal kompetensi yang ditetapkan di dalam kurikulum 2004. Setiap anak dinyatakan tuntas jika mencapai kompetensi ¡Ý 75 %. Apabila mendapatkan nilai ¡Ü 75 % dinyatakan tidak tuntas dan wajib mengikuti program remidial.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Observasi Awal

Hal yang sangat menarik ketika peneliti diberi tugas mengajar di kelas X tahun pelajaran 2004/2005,menemukan fakta bahwa dari 41 orang siswa, 31 orang diantaranya belum pernah melakukan pembelajaran biologi di luar kelas. Siswa memiliki pengalaman belajar biologi secara tekstual atau sesekali ke dalam ruangan laboratorium. Umumnya mereka mengalami pembelajaran secara tekstual dan latihan mengerjakan soal.

Pengalaman tersebut menimbulkan asumsi siswa bahwa, pelajaran biologi sarat dengan hafalan dan bahasa latin. Mereka merasa bosan dan pembelajarannya kurang menarik. Mereka kurang memahami konteks hubungan biologi dengan kehidupan alam sekitar dan keseharian. Karena kalau pun mereka mendapatkan pembelajaran materi ekosistem, pengalaman yang diperoleh secara tekstual, dan contoh yang diberikan tidak ada dalam lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.

B. Paparan Data dan Temuan dalam Tindakan I

1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan ini untuk mengatasi problem siswa yang kurang tertarik kepada pelajaran biologi, sekaligus untuk memberikan pengalaman praksis bagi siswa melakukan pembelajaran kongkrit. Suatu pembelajaran yang memanifestasikan hubungan pelajaran biologi dengan alam sekitar.

2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dengan memberikan lembaran kerja kepada setiap siswa, kemudian mereka membentuk kelompok sindikat, persekongkolan dengan teman yang dipilih sesuai dengan kehendak dalam menentukan lokasi taman sekolah yang akan dijadikan obyek pengamatan di luar kelas. Setelah menentukan lokasi pengamatan, setiap kelompok sindikat mengidentifikasi jenis tanaman yang ada di setiap taman, kemudian memasukkan data ke dalam tabel pengamatan.

Sebagian dari anggota sindikat, banyak tidak mengenal jenis tanaman hias yang diamatinya. Peneliti membantu memberitahukan nama jenis tanaman yang tidak dikenal siswa. Dari tabel hasil pengamatan, siswa mengklasifikasikan komponen taman menjadi komponen biotik dan komponen abiotik, serta mengelompokkannya ke dalam jenis, populasi, komunitas dan ekosistem.

Siswa menyimpulkan pengertian ekosistem dan karaktertik ekosistem taman (daratan). Membuat rantai makanan, dan hubungan antar komponen ekosistemnya.

3. Observasi

Dari hasil pengamatan peneliti selama pelaksanaan tindakan I sampai akhir tindakan I, didapatkan data:

1. Siswa dapat menjelaskan komponen penyusun ekosistem, tetapi belum bisa menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan komponen abiotik ;

2. Sebagian siswa menuliskan rantai makanan tidak berdasarkan dari hasil pengamatan.

4. Refleksi

Berdasarkan observasi dan tugas pada akhir tindakan I ditemukan data sebagai berikut:

1. Dengan melakukan pengamatan di taman sekolah siswa mampu menguraikan komponen penyusun ekosistem dari tiap taman yang diamati :

2. Siswa merasa lebih senang dengan pengalaman belajar di luar kelas, dan memilih anggota kelompok menurut kehendaknya sendiri:

3. Perlu dilakukan tindakan II untuk mengatasi kesalahan konsepsi mengenai terjadinya suksesi dan rantai makanan

C. Paparan Data dan Temuan Dalam Tindakan II

1. Perencanaan Tindakan II
Pembelajaran dalam tindakan II merupakan upaya mengatasi kesalahan konsepsi siswa mengenai suksesi ekosistem dan rantai makanan serta menganalisis terjadinya perubahan lingkungan. Menjelaskan peranan manusia dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

2. Pelaksanaan Tindakan II
Pada awal tindakan II: (1) siswa diberi contoh kasus mengenai terjadinya suksesi yang akan terjadi di daerah Meulaboh (NAD); dan (2) siswa membuat rantai makanan dari data serangan hama yang menyerbu tanaman padi dan perkebun kelapa (dalam lampiran).

3. Observasi

Dari pengamatan peneliti selama tindakan II berlangsung:

1.Kelompok sindikat antusias, saling mempertahankan pendapatnya mengenai suksesi ekosistem yang akan terjadi di Meulaboh pasca bencana tsunami. Dalam diskusi antar kelompok, terlihat ada kelompok sindikat yang dominan dan ada sebagian anggota sindikat yang pasif. Peneliti sebagai fasilitator dan motivator, memberikan kesempatan kepada kelompok pasif untuk mengutarakan pendapatnya.;

2 Masih terdapat anggota kelompok sindikat yang kurang benar dalam membuat rantai makanan, dan menganalisis serta mengatasi gangguan atau perubahan lingkungan berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat.

4. Refleksi

Berdasarkan observasi pada tindakan II dapat direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1. Antusiasme siswa meningkat dalam upaya memahami konsep dan mampu mengemukakan argumentasi dengan baik;

2. Pembentukan sindikat dan pemberian studi kasus yang berhubungan langsung dengan persoalan aktual di lingkungan, menguatkan pemahaman siswa mengenai hubungan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari;

3. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penilaian pada akhir tindakan II.

Dari data yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa pemahaman anak terhadap eksosistem dapat mencapai ketuntasan dengan nilai kompetensi 75 % .Pembelajaran eksositem di taman sekolah dengan pembentukan kelompok sindikat dan studi kasus dapat menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan lingkungan sekitar atau dengan realitas kehidupan sehari-hari.

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kesalahan persepsi siswa mengenai hubungan biologi dengan alam lingkungan sekitar disebabkan pengalaman belajar siswa yang diperoleh sebelumnya bersifat verbalistik Melalui pembelajaran secara kongkrit, dengan memberikan pengalaman belajar di taman sekolah dengan membentuk sindikat serta mempelajari studi kasus, dapat mnenciptakan suasana belajar lebih riang, santai, dan menyegarkan. Serta mampu menanamkan pemahaman konsep ekosistem yang mengaitkan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari.

2. Kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami konsep ekosistem:
a. menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan abiotik;
b. cara memberikan argumentasi kurang runtut;
c. menuliskan rantai makanan dari studi kasus perubahan keseimbangan ekosistem;
d. menganalisis penyebab terjadinya perubahan ekosistem

3. Upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut:
a. Guru mengarahkan jawaban siswa dengan menekankan pengaruh faktor abiotik terhadap faktor biotik, dan sebaliknya;
b. Dari argumentasi yang dikemukakan siswa dalam diskusi point-point pokok dituliskan di papan dan kemudian meminta tanggapan anggota sindikat yang lain untuk menambah kekurangannya sehingga jawaban menjadi benar dan utuh;
c. Dari salah satu jawaban siswa mengenai rantai makanan dituliskan di papan tulis dan meminta anggota sindikat yang lain untuk menanggapinya. Jika ada jawaban yang berbeda anggota sindikat menuliskannya di papan tulis;
d. Berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat siswa, guru menanykan faktor penyebab utama terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem, sehingga terjadi serangan hama. Kemudian mencari penyebab peningkatan populasi hama dan peranan manusia dalam perubahan ekosistem tersebut.

B. Saran

- Pengalaman belajar di luar kelas atau taman dapat dilakukan pada beberapa konsep biologi penting untuk dilakukan, sehingga bisa tercipta pembelajaran yang kongkrit dan memberikan suasana pembelajaran yang berbeda bagi siswa.Sekaligus memanfaatkan taman atau kebun sekolah dalam implementasi pembelajaran sehingga memberikan makna yang berarti bagi penglaman belajar siswa;

- Penelitian sederhana ini dapat dikembangkan lagi secara eksploratif dengan memadukan beberapa konsep biologi dengan aneka metode pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini penting dilakukan, ketika pelbagai teknologi instan semakin mengalineasi anak didik dari lingkungan alam dan sosiobudayanya.

Daftar Pustaka

---------------------- ¡® 2003 , Undang ¨C Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Depdiknas RI.

---------------------- , 2002 , Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester ¨C Sains Teknologi Masyarakat (IPA Terpadu), Jakarta: Depsiknas Dirjen Dikdasmen.

De Potter, Bobbi. 2000. Quantum Teaching. Jakarta: Kaifa

Djohar,1990. Pendidikan Biologi Mengantarkan Manusia Berpengetahuan, Berilmu dan Berpenedidikan Menuju Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya. Paper Disampaikan dalam Simposium Nasional Pendidikan Biologi ¨C FP MIPA IKIP Surabaya 20 Januari 1990.

Hadiat, 1993/1994. Pendidikan Sains, Teknologi dan Masyarakat di Indonesia. Jakarta: Depdikbud ¨C Dirjen Dikdasmen.

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk.2003. ¡°Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Pratiwi,D.A. 2004. Buku Penuntun Biologi SMA Jilid 1 untuk Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga

Siberman,Mel.2000.¡±Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject ¡°¨C terjemahan H, Sarjuli,dkk. Penerbit YAPPENDIS

Sudarsono,FX.1996. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:UP3SD IKIP Yogyakarta