Senin, 10 September 2012

Artikel Pendidikan

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Jurnal Pendidikan Biologi

PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman siswa tentang biologi sebagai ilmu, diasumsikan sebagai ilmu hafalan dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan keseharian.. Anggapan yang timbul karena mereka melihat biologi sebagai ilmu yang banyak mempergunakan bahasa latin sebagai bahasa ilmiah. Juga akibat pengalaman belajar yang bersifat verbalistis dan tidak pernah diajak belajar di luar kelas. Pengalaman belajar di sekolah sebelumnya lebih bersifat tekstual dan lebih menekankan pada penyelesaiaan soal-soal daripada pembelajaran secara praksis.

Model pembelajaran yang memisahkan konsep dengan realitas kehidupan sehari-hari, semakin menjauhkan pemahaman hubungan ilmu biologi dengan , alam sekitar dan kehidupan siswa. Suatu kondisi yang kemudian menimbulkan persepsi yang keliru , dan melepaskan relevansi ilmu biologi dengan realitas kehidupan siswa. Suatu pembelajaran verbalistik yang kurang memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sebagai sumber belajar yang paling dekat dengan diri anak. Suatu realitas yang tidak dapat diingkari bahwa banyak siswa SMA yang tidak mengenal aneka jenis tanaman hias yang ada di halaman sekolah.

Persoalan di atas merupakan persoalan klise yang selalu muncul, karena orientasi pembelajaran yang dilakukan guru tidak pernah mendekatkan siswa dengan lingkungan secara langsung. Suatu pola pembelajaran yang didominasi guru tanpa mempertimbangkan latar belakang, pengalaman, dan lingkungan sekitar siswa. Sehingga siswa hanya berfungsi sebagai obyek, tanpa mampu mengembangkan diri, dan lingkungan sebagai sumber belajar tidak dimanfaatkan secara optimal

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, berjudul:

PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH
UNTUK MENANAMKAN PEMAHAMAN RELEVANSI BIOLOGI DENGAN ALAM SEKITAR MELALUI PEMBENTUKAN
KELOMPOK SINDIKAT DAN STUDI KASUS DI SMA 1 SUMENEP

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di latar belakang, peneliti merumuskan permasalahan, sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh pembentukan kelompok sindikat untuk menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pembentukan kelompok sindikat dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar;

2. Memberikan alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah, sehingga tercipta suasana yang rileks dan menyenangkan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Teoritis
Mempraktikan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan aneka metode pembelajaran yang menyenangkan, dengan memperlakukan siswa sebagai subyek, yang mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

2. Empiris
Bagi guru dapat meningkatkan kecakapan dalam menyusun perencanaan program pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan serta latar belakang pengalaman siswa. Mendekatkan anak dengan lingkungan sekitar, sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan pada gilirannya dapat menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta.

E. Penjelasan Istilah

Pembelajaran Ekosistem ; proses pembelajaran yang menjelaskan konsep kesatuan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi.

Taman Sekolah, adalah taman artifisial yang ditanam aneka tanaman hias dan pelindung untuk mengindahkan dan menghijaukan lahan di pekarangan sekolah.

Pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar, adalah hubungan antara alam ilmu biologi dengan alam sekitar tempat tinggal atau kehidupan nyata sehari-hari, menekankan pentingnya peran manusia dalam melestarikan lingkungan.

Kelompok Sindikat adalah pembentukan sindikat di antara siswa untuk memilih anggota kelompok dengan teman yang paling disukai dan dianggap bisa untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah atau mendiskusikan permasalahan

Studi Kasus; metode pembelajaran dengan mengambil kasus lingkungan aktual, untuk diselidiki dan dicarikan cara penyelesaiannya KAJIAN PUSTAKA

A. Relevansi Ilmu Biologi dengan Kehidupan Sehari - hari

Pesatnya perkemebangan sains dan teknologi telah banyak memerikan perubahan terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Suatu perubahan yang memberikan berbagai kemudahan bagi manusia, sehingga semuanya bisa dilakukan dengan cepat dan efisien. Perubahan kehiduapn yang menggiring manusia pada perilaku instan dan serba mekanis.

Perubahan yang kemudian semakin menjauhkan manusia dari lingkungannya, alam semakin teralineasi dari kehidupan manusia. Sehingga berbagai dampak perubahan alam belakangan ini menimpa kehidupan manusia. Suatu peringatan yang meminta manusia untuk introspeksi diri mengenai hubungan dirinya dengan alam.

Maka, dalam kondisi demikian itu, ilmu biologi memiliki peranan untuk mengaktualisasikan relevansi antara manusia dengan lingkungannya.

Pembelajaran biologi menyangkut proses belajar yang berkaitan dengan makhluk hidup dengan lingkungannya. Suatu proses pembelajaran yang selalu berhubungan dengan aktivitas kehidupan nyata.De Porter (2000:5) menjelaskan bahwa interaksi dari berbagai macam momen di sekitar mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warna negara yang demokratis dan bertanggungjawab.Untuk mencapai ke arah tujuan pendidikan nasional tersebut, secara mikro setiap proses pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif, tetapi juga mengembangkan kecakapan aspek efektif dan psikomotorik. Selanjutnya akan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara berimbang.

Proses pembelajaran biologi sebagai kegiatan mikro dalam kerangka mencapai tujuan nasional, harus bertumpu kepada upaya-upaya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, dan iklim belajar serta diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri , sikap dan perilaku inovatif dan kreatif. Pada gilirannya pendidikan akan mampu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bertanggungjawab

Hadiat (1998/1999:5), menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi pembelajaran biologi di SMA, agar siswa memahami konsep-konsep biologi dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga menyadari akan kebesaran dan kekuasaan penciptanya.

Johar (1990), menjelaskan pemanfaatan lingkungan lokal merupakan pendekatan sosialisasi anak didik terhadap obyek dan persoalan biologi di lingkungan anak didik. Pada gilirannya mereka mampu menyatu dengan lingkungannya, menyatu dengan ekosistemnya. Sisoalisasi sejak dini dengan memanfaatkan lingkungan lokal dengan alam dan budaya setempat kepada anak didik akan menuju terwujudnya manusia Indonesia yang cinta tanah air, berkepribadian dan berkesadaran nasional. Sekaligus dapat menumbuhkan pemahaman mengenai relevansi antara ilmu biologi dengan lingkungan alam, dan kehidupan sehari-hari.

B. Pembelajaran Kontekstual Dan Kooperatif

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas. Sedikit- demi sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Karakteristik pembelajaran kontekstual, di antaranya:
1. melakukan hubungan yang bermakna;
2. melakukan kegiatan yang signifikan;
3. belajar yang diatur sendiri;
4. bekerjasama;
5. berpikir kritis (Nurhadi,2003: 14)

Sedangkan belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec in Nurhadi,2003:20)

Menurut Abdurrahman dan Bintoro, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata.

Bruner (Siberman, 2000:8) mendeskripsikan belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespon yang lain dalam mencapai suatu tujuan. Suatu reciprocity yang merupakan sumber motivasi yang setiap pengajar dapat menjalankan stimulasi untuk belajar.

Dari berbagai uraian tersebut, maka sebenarnya pembentukan kelompok sindikat, merupakan suatu variasi dari pembelajaran kooperatif dengan memberikan pilihan bagi siswa untuk menentukan anggota kelompoknya sendiri yang dianggap bisa bekerjasama dalam menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapinya.

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Metode Penelitian

Penelitian ini mengacu kepada penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam dua siklus: pertama, untuk mengatasi masalah persepsi mengenai hubungan biologi dan alam sekitar. Pada siklus pertama setelah mengetahui kondisi siswa peneliti mempergunakan alternatif metode pembentukan kelompok sindikat dan pada siklus berikutnya divariasikan dengan pendekatan studi kasus

kedua, mengatasi kesalahan persepsi dan menanamkan konsep hubungan biologi dengan alam sekitar. Prosedur penelitian ini meliputi meliputi 4 tahapan yaitu; Perancangan, pelaksanaan, tindakan, observasi dan refleksi. (Kemmis dan MC Taggart in FX. Sudarsono, 1996)

B. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif dengan berpatokan kepada standar minimal kompetensi yang ditetapkan di dalam kurikulum 2004. Setiap anak dinyatakan tuntas jika mencapai kompetensi ¡Ý 75 %. Apabila mendapatkan nilai ¡Ü 75 % dinyatakan tidak tuntas dan wajib mengikuti program remidial.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Observasi Awal

Hal yang sangat menarik ketika peneliti diberi tugas mengajar di kelas X tahun pelajaran 2004/2005,menemukan fakta bahwa dari 41 orang siswa, 31 orang diantaranya belum pernah melakukan pembelajaran biologi di luar kelas. Siswa memiliki pengalaman belajar biologi secara tekstual atau sesekali ke dalam ruangan laboratorium. Umumnya mereka mengalami pembelajaran secara tekstual dan latihan mengerjakan soal.

Pengalaman tersebut menimbulkan asumsi siswa bahwa, pelajaran biologi sarat dengan hafalan dan bahasa latin. Mereka merasa bosan dan pembelajarannya kurang menarik. Mereka kurang memahami konteks hubungan biologi dengan kehidupan alam sekitar dan keseharian. Karena kalau pun mereka mendapatkan pembelajaran materi ekosistem, pengalaman yang diperoleh secara tekstual, dan contoh yang diberikan tidak ada dalam lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.

B. Paparan Data dan Temuan dalam Tindakan I

1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan ini untuk mengatasi problem siswa yang kurang tertarik kepada pelajaran biologi, sekaligus untuk memberikan pengalaman praksis bagi siswa melakukan pembelajaran kongkrit. Suatu pembelajaran yang memanifestasikan hubungan pelajaran biologi dengan alam sekitar.

2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dengan memberikan lembaran kerja kepada setiap siswa, kemudian mereka membentuk kelompok sindikat, persekongkolan dengan teman yang dipilih sesuai dengan kehendak dalam menentukan lokasi taman sekolah yang akan dijadikan obyek pengamatan di luar kelas. Setelah menentukan lokasi pengamatan, setiap kelompok sindikat mengidentifikasi jenis tanaman yang ada di setiap taman, kemudian memasukkan data ke dalam tabel pengamatan.

Sebagian dari anggota sindikat, banyak tidak mengenal jenis tanaman hias yang diamatinya. Peneliti membantu memberitahukan nama jenis tanaman yang tidak dikenal siswa. Dari tabel hasil pengamatan, siswa mengklasifikasikan komponen taman menjadi komponen biotik dan komponen abiotik, serta mengelompokkannya ke dalam jenis, populasi, komunitas dan ekosistem.

Siswa menyimpulkan pengertian ekosistem dan karaktertik ekosistem taman (daratan). Membuat rantai makanan, dan hubungan antar komponen ekosistemnya.

3. Observasi

Dari hasil pengamatan peneliti selama pelaksanaan tindakan I sampai akhir tindakan I, didapatkan data:

1. Siswa dapat menjelaskan komponen penyusun ekosistem, tetapi belum bisa menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan komponen abiotik ;

2. Sebagian siswa menuliskan rantai makanan tidak berdasarkan dari hasil pengamatan.

4. Refleksi

Berdasarkan observasi dan tugas pada akhir tindakan I ditemukan data sebagai berikut:

1. Dengan melakukan pengamatan di taman sekolah siswa mampu menguraikan komponen penyusun ekosistem dari tiap taman yang diamati :

2. Siswa merasa lebih senang dengan pengalaman belajar di luar kelas, dan memilih anggota kelompok menurut kehendaknya sendiri:

3. Perlu dilakukan tindakan II untuk mengatasi kesalahan konsepsi mengenai terjadinya suksesi dan rantai makanan

C. Paparan Data dan Temuan Dalam Tindakan II

1. Perencanaan Tindakan II
Pembelajaran dalam tindakan II merupakan upaya mengatasi kesalahan konsepsi siswa mengenai suksesi ekosistem dan rantai makanan serta menganalisis terjadinya perubahan lingkungan. Menjelaskan peranan manusia dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

2. Pelaksanaan Tindakan II
Pada awal tindakan II: (1) siswa diberi contoh kasus mengenai terjadinya suksesi yang akan terjadi di daerah Meulaboh (NAD); dan (2) siswa membuat rantai makanan dari data serangan hama yang menyerbu tanaman padi dan perkebun kelapa (dalam lampiran).

3. Observasi

Dari pengamatan peneliti selama tindakan II berlangsung:

1.Kelompok sindikat antusias, saling mempertahankan pendapatnya mengenai suksesi ekosistem yang akan terjadi di Meulaboh pasca bencana tsunami. Dalam diskusi antar kelompok, terlihat ada kelompok sindikat yang dominan dan ada sebagian anggota sindikat yang pasif. Peneliti sebagai fasilitator dan motivator, memberikan kesempatan kepada kelompok pasif untuk mengutarakan pendapatnya.;

2 Masih terdapat anggota kelompok sindikat yang kurang benar dalam membuat rantai makanan, dan menganalisis serta mengatasi gangguan atau perubahan lingkungan berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat.

4. Refleksi

Berdasarkan observasi pada tindakan II dapat direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1. Antusiasme siswa meningkat dalam upaya memahami konsep dan mampu mengemukakan argumentasi dengan baik;

2. Pembentukan sindikat dan pemberian studi kasus yang berhubungan langsung dengan persoalan aktual di lingkungan, menguatkan pemahaman siswa mengenai hubungan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari;

3. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penilaian pada akhir tindakan II.

Dari data yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa pemahaman anak terhadap eksosistem dapat mencapai ketuntasan dengan nilai kompetensi 75 % .Pembelajaran eksositem di taman sekolah dengan pembentukan kelompok sindikat dan studi kasus dapat menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan lingkungan sekitar atau dengan realitas kehidupan sehari-hari.

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kesalahan persepsi siswa mengenai hubungan biologi dengan alam lingkungan sekitar disebabkan pengalaman belajar siswa yang diperoleh sebelumnya bersifat verbalistik Melalui pembelajaran secara kongkrit, dengan memberikan pengalaman belajar di taman sekolah dengan membentuk sindikat serta mempelajari studi kasus, dapat mnenciptakan suasana belajar lebih riang, santai, dan menyegarkan. Serta mampu menanamkan pemahaman konsep ekosistem yang mengaitkan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari.

2. Kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami konsep ekosistem:
a. menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan abiotik;
b. cara memberikan argumentasi kurang runtut;
c. menuliskan rantai makanan dari studi kasus perubahan keseimbangan ekosistem;
d. menganalisis penyebab terjadinya perubahan ekosistem

3. Upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut:
a. Guru mengarahkan jawaban siswa dengan menekankan pengaruh faktor abiotik terhadap faktor biotik, dan sebaliknya;
b. Dari argumentasi yang dikemukakan siswa dalam diskusi point-point pokok dituliskan di papan dan kemudian meminta tanggapan anggota sindikat yang lain untuk menambah kekurangannya sehingga jawaban menjadi benar dan utuh;
c. Dari salah satu jawaban siswa mengenai rantai makanan dituliskan di papan tulis dan meminta anggota sindikat yang lain untuk menanggapinya. Jika ada jawaban yang berbeda anggota sindikat menuliskannya di papan tulis;
d. Berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat siswa, guru menanykan faktor penyebab utama terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem, sehingga terjadi serangan hama. Kemudian mencari penyebab peningkatan populasi hama dan peranan manusia dalam perubahan ekosistem tersebut.

B. Saran

- Pengalaman belajar di luar kelas atau taman dapat dilakukan pada beberapa konsep biologi penting untuk dilakukan, sehingga bisa tercipta pembelajaran yang kongkrit dan memberikan suasana pembelajaran yang berbeda bagi siswa.Sekaligus memanfaatkan taman atau kebun sekolah dalam implementasi pembelajaran sehingga memberikan makna yang berarti bagi penglaman belajar siswa;

- Penelitian sederhana ini dapat dikembangkan lagi secara eksploratif dengan memadukan beberapa konsep biologi dengan aneka metode pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini penting dilakukan, ketika pelbagai teknologi instan semakin mengalineasi anak didik dari lingkungan alam dan sosiobudayanya.

Daftar Pustaka

---------------------- ¡® 2003 , Undang ¨C Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Depdiknas RI.

---------------------- , 2002 , Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester ¨C Sains Teknologi Masyarakat (IPA Terpadu), Jakarta: Depsiknas Dirjen Dikdasmen.

De Potter, Bobbi. 2000. Quantum Teaching. Jakarta: Kaifa

Djohar,1990. Pendidikan Biologi Mengantarkan Manusia Berpengetahuan, Berilmu dan Berpenedidikan Menuju Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya. Paper Disampaikan dalam Simposium Nasional Pendidikan Biologi ¨C FP MIPA IKIP Surabaya 20 Januari 1990.

Hadiat, 1993/1994. Pendidikan Sains, Teknologi dan Masyarakat di Indonesia. Jakarta: Depdikbud ¨C Dirjen Dikdasmen.

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk.2003. ¡°Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Pratiwi,D.A. 2004. Buku Penuntun Biologi SMA Jilid 1 untuk Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga

Siberman,Mel.2000.¡±Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject ¡°¨C terjemahan H, Sarjuli,dkk. Penerbit YAPPENDIS

Sudarsono,FX.1996. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:UP3SD IKIP Yogyakarta

Penelitian Tindakan kelas

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

    Dalam bahasa Inggris Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diartikan dengan Classroom Action Research (CAR). Dari sisi namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya. Karena itu Arikunto, dkk (2006), Aqib (2007), Madya (2006) mengemukakan bahwa ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas. Sehubungan dengan itu, maka Arikunto dkk (2006) mengartikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Karena itu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

    Hal tersebut sejalan dengan Burns, (1999); Kemmis & McTaggrt (1982); Reason & Bradbury (2001) dalam Madya (2007) yang menjelaskan bahwa penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Karena itu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ”penelitian tindakan kelas” atau PTK. Sehubungan dengan itu, maka pertanyaan yang muncul adalah ”Kapan seorang guru secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika guru ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan sekaligus ia ingin melibatkan peserta didiknya dalam proses pembelajaran. Karena itu, fungsi PTK sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas, yaitu sebagai: (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas (Cohen & Manion, dalam Madya, 2007). Hal tersebut dapat dilakukan oleh guru karena: (1) hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya; (2) penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait; (3) peneliti tindakan (guru) melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.

Prinsip-prinsip PTK

      Agar peneliti memperoleh kejelasan yang lebih baik tentang penelitian tindakan, perlu kiranya dipahami prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila akan melakukan penelitian tindakan kelas.

     Hopkins (dalam Aqib, 2007), mengemukakan ada enam prinsip yang harus diperhatikan dalam PTK, yaitu: (1) Metoede PTK yang diterapkan seyogyanya tidak mengganggu komitmen sebagai pengajar; (2) metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan karena dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran; (3) metodologi yang digunakan harus reliable; (4) masalah program yang diusahakan adalah masalah yang merisaukankan, dan didasarkan pada tanggung jawab professional; (5) dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten dan memiliki kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya; (6) PTK tidak dilakukan sebatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran tertentu melainkan dengan perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

   Sedangkan menurut Arikunto dkk (200) prinsip-prinsip PTK yang harus dipetrhatikan apabila ingin melakukan PTK dengan baik, yaitu: (1) Kegiatan nyata dalam situasi rutin, yaitu penelitian dilakukan tanpa mengubah situasi rutin; (2) adanya kesadaran diri untuk memperbiki kinerja; (3) SWOT sebagai dasar berpijak, yaitu penelitian tindakan harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT; (4) PTK adalah upaya empiris dan sistemik; (5) mengikuti prinsip SMART dalam perencanaan, yaitu:
  • S – specifik, khusus, tidak terlalu umum
  • M – Managable, dapat dikelola, dilaksanakan
  • A – Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau Achievable, dapat dicapai, dijangkau
  • R – Realisti, operasional, tidak di luar jangkauan, dan
  • T – Time-bound, diikat oleh waktu tertentu.
    Selanjutnya Arikunto menjelaskan bahwa di antara unsur dalam SMART, unsur yang sangat penting karena terkait dengan subjek yang dikenai tindakan adalah unsur ke tiga, yaitu A:Acceptable, dapat diterima oleh subjek yang akan diminta melakukan sesuatu oleh guru. Oleh karena itu, sebelum guru melakukan lebih lanjut tentang tindakan yang akan diberikan, mereka harus diajak bicara. Tindakan yang akan diberikan oleh guru dan akan mereka lakukan harus disepakati secara sukarela. Dengan demikian, guru dapat mengharapkan tindakan yang dilakukan oleh siswa dilandasi atas kesadaran dan kemauan penuh. Dampak dari kemauan penuh itu menghasilkan semangat atau kegairahann yang tinggi.

Kriteria dalam Penelitian Tindakan Kelas

    Sebagaimana halnya dengan jenis penelitian yang lain, maka PTK harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya. Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999, dalam Madya, 2007). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Madya, 2007).

    Validitas Demokratik
berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTK, idealnya guru, dan guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan masing-masing siswa diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup:

  • Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya?
  • Apakah solusi masalah di kelas, guru sebagai peneliti memberikan manfaat kepada mereka?
  • Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas yang sedang diajar?
     Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran di kelas yang diajar, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran.

    Validitas Hasil mengandung konsep bahwa penelitian tindakan oleh guru membawa hasil yang sukses. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas dalam mata pelajaran bahsa Inggris misalnya yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran? Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.

    Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK dilakukan? Misalnya, apakah guru dan kolaboratornya mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Guru dan kolaboratornya secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?

    Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang dicapai, realitas kehidupan kelas, dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman guru dan siswa terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini. Validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan faktor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (Brown dalam Madya,2007) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upayaupaya guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

    Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.

    Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diizinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

    Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara berkesinambungan. Tujuan ini “melekat” pada diri guru dalam penunaian misi professional kependidikannya (Aqib, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya PTK bertujuan untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Karena itu menurut Suharjono (2006), tujuan penelitian tindakan kelas adalah meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik.

Sedangkan Arikunto (2006) merinci tujuan PTK, yaitu:
  1. meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah;
  2. membantu guru dan tenaga kependidikan lainna mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas;
  3. meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan;
  4. menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka manfaat yang dapat diperoleh jika guru mau dan mampu melaksanakan penelitian tindakan kelas, antara lain (Aqib, 2007):
  1. inovasi pembelajaran,
  2. pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas,
  3. peningkatanproresionalisme guru.
Sejalan dengan itu, Rustam dan Mundilarto (2004) mengemukakan manfaat PTK bagi guru, yaitu:
  1. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran,
  2. Meningkatkan profesionalitas guru,
  3. Meningkatkan rasa percaya diri guru,
  4. Memungkinkan gurusecara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.

Luaran Penelitian Tindakan Kelas

    Arikunto (2006) menjelaskan luaran yang dapat diperoleh melalui PTK, yaitu perbaikan mutu, proses, dan hasil pembelajaran, antara lain:
  1. peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah;
  2. peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas;
  3. peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya; alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya;
  4. peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa;
  5. peningkatan atau perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah;
  6. peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

Langkah-langkah PTK Model Cohen dkk

Oleh: Dra. Sukayati, M.Pd

Bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh bila guru yang berperan sebagai peneliti mau melaksanakan PTK? Apakah ada aturan-aturan yang harus ditaati atau dilaksanakan saat penelitian? Rumitkah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali muncul dalam pikiran guru, yang kadang-kadang membuat takut sebelum melangkah untuk merencanakan PTK.

Saat melaksanakan PTK, peneliti harus mengikuti langkah-langkah tertentu agar proses yang ditempuh tepat, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas Model Cohen dkk ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan PTK (disarikan dari Marzuki: 1997 dan Suwarsih: 1994). Beberapa langkah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dianggap penting dan kritis yang harus segera dicarikan penyelesaian dalam pembelajaran seharihari, antara lain meliputi ruang lingkup masalah, identifikasi masalah dan perumusan masalah.

a. Ruang lingkup masalah
Di bidang pendidikan, PTK telah digunakan untuk pengembangan kurikulum dan program perbaikan sekolah. Contoh PTK dalam pembelajaran berkaitan dengan:


  • metode/strategi pembelajaran;
  • media pembelajaran.
b. Identifikasi masalah
Masalah yang akan diteliti memang ada dan sering muncul selama proses pembelajaran sehari-hari sehingga perlu dicarikan penyelesaian.
Ada beberapa kriteria dalam menentukan masalah yaitu:
  • masalahnya memang penting dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan kelas dan sekolah;
  • masalah hendaknya dalam jangkauan penanganan;
  • pernyataan masalahnya harus mengungkap beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasar hal-hal fundamental ini dari pada berdasarkan fenomena dangkal.
c. Perumusan masalah
Pada intinya, rumusan masalah seharusnya mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan masalah PTK, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari Suyanto (1997) dan Sukarnyana (1997). Beberapa petunjuk tersebut antara lain:
  • masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;
  • rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;
  • rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
2. Analisis masalah
Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi problem yang ada untuk mengidentifikasi aspek-aspek pentingnya sehingga dapat memberikan penekanan tindakan.

3. Merumuskan hipotesis tindakan
Hipotesis dalam PTK bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Rumusan hipotesis tindakan memuat jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam PTK. Jawaban itu masih bersifat teoritik dan dianggap benar sebelum terbukti salah melalui pembuktian dengan menggunakan data dari PTK.

4. Membuat rencana tindakan dan pemantauan
Rencana tindakan memuat informasi-informasi tentang hal-hal sebagai berikut:
  • apa yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan pemecahanmasalah yang telah dirumuskan;
  • alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data;
  • rencana pencatatan data dan pengolahannya;
  • rencana untuk melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil.
5. Pelaksanaan tindakan dan pencatatan
Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini jika sesuatu terjadi dan memerlukan perubahan karena tuntutan situasi (pada saat pelaksanaan tindakan), maka peneliti hendaknya siap melakukan perubahan asal perubahan tersebut mendukung tercapainya tujuan PTK. Pada saat pelaksanaan tindakan berarti pengumpulan data mulai dilakukan. Data yang dikumpulkan mencakup semua yang dilakukan oleh tim peneliti yang terkait dalam PTK, antara lain melalui angket, catatan lapangan, wawancara, rekaman video, foto, dan slide.

6. Mengolah dan menafsirkan data
Isi semua catatan hendaknya dilihat dan dijadikan landasan untuk refleksi. Dalam hal ini peneliti harus membandingkan isi catatan yang dilakukan tim untuk menentukan hasil temuan. Semua yang terjadi baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan perlu dianalisis untuk menentukan apakah ada perubahan yang signifikan ke arah perbaikan.

7. Pelaporan hasil
Hasil dari analisis data dilaporkan secara lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan maupun perubahan yang mungkin terjadi.

Daftar Pustaka
  • Madya, Suwarsih. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP.
  • Marzuki. 1997. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Seminar dan Pelatihan Nasional. Malang: Pasca Sarjana IKIP.
  • Sukarnyana, Wayan. 1990. Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disajikan dalam Lokakarya PTK bagi guru SLTP, MTs, SMU, MA dan SMK se-Kodya Malang. Malang: IKIP.
  • Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Bagian Kesatu: Pengenalan PTK. Yogyakarta: IKIP.

itulah tadi posting tentang Penelitian Tindakan Kelas,  semoga ada guna dan manfaatnya. wassalam

 


 

Minggu, 09 September 2012

mutasi genetik

Ini Dia Keluarga Albino Terbesar di Dunia

Delhi, India, Albino merupakan penyakit keturunan yang membuat tubuh tidak bisa menghasilkan pigmen melanin. Karena kedua orangtua menderita albino, sebuah keluarga di India dinobatkan sebagai keluarga albino terbesar di dunia dengan total 10 anggota keluarga albinisme.

Roseturai Pullan (50 tahun) dan istrinya Mani (45 tahun) adalah penderita albino. Karena penyakit genetik ini adalah turunan, maka jadilah 6 anaknya juga menderita albino.

Selain Roseturai dan Mani, putra putrinya yang menderita albino adalah Vijay (25 tahun), Shankar (24 tahun), Renu (23 tahun), Deepa (21 tahun), Ramkishan (19 tahun) dan Pooja (18 tahun).
Renu pun menikah dengan seorang pria yang juga memiliki albinisme, Rosheh (27 tahun) dan lahirlah putra mereka Dharamraj (2 tahun), yang juga mewarisi gen orangtunya. Sehingga total ada 10 anggota keluarga yang menderita albino.

Keluarga ini tinggal di sebuah flat dengan satu kamar di Delhi, India. Dengan berkulit putih pucat dan rambut pirang, banyak orang menyangka keluarga ini berasal dari Inggris.

"Saya pernah mendengar orang menyebut kami 'angrez yang berarti Inggris," ujar Roseturai Pullan, seperti dilansir Dailymail, Rabu (7/3/2012).

Rosetauri dan Mani menikah karena perjodohan pada tahun 1983. Namun sekarang Mani menggambarkan albinisme dalam keluarganya sebagai 'hadiah dari Tuhan'.
"Yang kami tahu adalah kami tidak dapat melihat dengan benar dan tidak bisa duduk di bawah sinar matahari untuk waktu lama, tetapi kami hidup dengan cara terbaik yang kami bisa," jelas Mani.

Albino merupakan penyakit turunan, yang berarti jika anak lahir dengan kondisi albino maka gen tersebut masing-masing didapatkan dari orang tuanya. Kebanyakan anak yang mengalami albino lahir dari orang tua yang memiliki produksi melanin normal serta tidak menunjukkan adanya tanda-tanda memiliki gen albino.

Jika orang tua hanya sebagai pembawa (carrier) dalam arti hanya memiliki satu gen albino dan satu gen normal, maka orang tua harus diberi tahu mengenai informasi bagaimana untuk membuat pigmen menjadi normal.
Albinisme mempengaruhi sekitar satu dari 17.000 orang. Orang dengan kondisi ini tidak menghasilkan pigmen melanin yang cukup, yang memberi warna pada rambut, kulit dan mata dan melindungi tubuh dari sinar matahari.
 sumber: detikHealth.com

 

artikel tentang tanaman kantung semar

Lihatlah Tanaman Paling Rakus di Dunia
 KOMPAS.com — Apakah tanaman paling rakus di dunia? Jawabannya adalah Nephentes sp. atau yang lebih dikenal dengan nama kantung semar, tanaman yang pastinya sudah akrab di telinga Anda. Tanaman itu bisa memakan 6.000 rayap setiap harinya untuk mendapatkan nutrisi.

Hah, memakan rayap? Yup, tanaman kantung semar adalah jenis tanaman karnivor, suatu jenis tanaman yang tidak hanya menyerap nutrisi dari tanah, tetapi juga mendapatkannya dari hewan, terutama serangga. Salah satu jenis serangga yang dimanfaatkan tanaman karnivor, terutama kantung semar, adalah rayap. Bukan cuma lalat seperti sering dijadikan contoh.
Kantung semar memiliki bentuk seperti piala dengan lubang di tengahnya. Bagian bibir dari piala tersebut mengandung nektar yang berfungsi sebagai jebakan bagi serangga. Sementara bagian dalam dari piala memiliki permukaan licin, membuat serangga bisa dengan mudah terperosok ke dalam piala.

Di alam bebas, strategi kantung semar agar bisa mendapat makanan ini bekerja dengan baik. Setiap harinya, ribuan serangga berduyun-duyun mendatangi kantung semar. Mereka memadati bagian bibir piala untuk bisa memakan nektarnya dan di tengah kepadatan itu, beberapa rayap yang bernasib sial terpaksa harus jatuh ke bagian dalam piala.

Jika sudah terjatuh, maka tamat sudah. Piala kantung semar akan mengatup, tak memungkinkan serangga untuk melarikan diri. Rayap-rayap itu harus merelakan dirinya menjadi santapan bagi kantung semar. Kantung semar akan menyerap nitrogen pada rayap, kemudian menggunakannya sebagai nutrisi.

Kantong Semar Ini Sanggup Memakan Tikus
LONDON, KOMPAS.com — Stewart McPherson serta dua pakar botani, Alastair Robinson dan Volker Heinrich, menemukan spesies kantong semar raksasa dalam ekspedisi di Gunung Victoria, Filipina.

Dalam pernyataan seperti dikutip Daily Mail, Selasa (3/4/2012), McPherson menuturkan, "Ini salah satu tanaman karnivora terbesar yang belum ditemukan sampai abad ke-21."

Spesies kantong semar raksasa yang ditemukan diberi nama Nepenthes attenboroughii. Nama tersebut diberikan untuk menghormati Sir David Attenborough.

Kantong jebak pada jenis kantong semar raksasa ini begitu besar hingga mampu menampung air sebanyak 1,5 liter, sementara lebar kantong adalah 14 cm.

"Banyak kantong semar tak hanya menjebak serangga, tetapi juga hewan pengerat, seperti tikus, dan spesies baru Nepenthes attenboroughii ini jelas bisa menangkap mangsa sebesar itu," kata McPherson.

Sekali mangsa tertangkap, cairan asam dan enzim dalam kantong akan menghancurkan bagian yang lunak dari mangsa. Bagian yang tersisa hanya tulang belulang.
Kantong semar menjebak mangsa untuk mendapatkan nutrisi berupa nitrogen. Kantong semar perlu mendapatkan nutrisi dari hewan sebab lingkungannya relatif minim nutrisi.

McPherson menuturkan, "Spesies baru yang ditemukan di Filipina ini memiliki kantong jebak yang berwarna hijau dengan bintik ungu dan mereka tampak mencolok dari vegetasi sekelilingnya."

Menurut McPherson, karakteristik daun, kantong dan bunga Nepenthes attenboroughii menunjukkan bahwa spesies baru ini adalah kerabat dari kantong semar Nepenthes rajah di Kalimantan dan Nepenthes flora di Palawan dan Kalimantan.

Penemuan ini dipublikasikan di Botanical Journal of the Linnean Society.

Relasi Unik Kelelawar dan Kantung Semar 
KOMPAS.com — Jika selama ini kantung semar diidentikkan dengan si pemenang karena berhasil menjebak ribuan serangga, hasil penelitian ilmuwan asal Brunei Darussalam mengungkap hal berbeda. Kantung semar seolah menjadi pihak yang kalah sebab hanya menjadi toilet alias tempat kencing bagi kelelawar.  
Hasil penelitian itu dipublikasikan di jurnal Royal Society Biology Letters bulan ini. Menurut para ilmuwan, relasi antara kantung semar dan kelelawar merupakan kasus kedua yang menggambarkan relasi tanaman karnivora dan mamalia. Sebelumnya, pada tahun 2009, dilaporkan hubungan antara tikus dan tanaman karnivora.
Ilmuwan yang meneliti kantung semar ini adalah Ulmar Grafe, seorang biolog dari Universitas Brunei Darussalam. Ia meneliti spesies kantung semar raffles atau Nepenthes rafflesiana varietas elongata. Sementara spesies kelelawar yang digunakan adalah hardwicke, ditangkap di sebuah hutan rawa gambut wilayah Brunei Darussalam.
Menurut Grafe, walaupun kantung semar tampak sebagai pihak yang kalah karena dikencingi, sebenarnya kantung semar adalah yang menang. Dengan urine dan feses kelelawar, kantung semar mendapatkan nutrisi tambahan berupa nitrogen. Analisis kimia pada kantung semar raffles menunjukkan, sebanyak 33,8 persen nutrisinya berasal dari kotoran kelelawar.
Malah, peneliti menemukan, kantung semar beradaptasi menjadi toilet terbaik bagi si kelelawar. Kantung semar memiliki kantung yang tumbuh memanjang, silindris, dan berdiameter kecil. Lubang pada kantung juga sangat mendukung bagi kelelawar untuk membuang kotorannya.
Kantung semar raffles justru kurang beradaptasi untuk menjebak serangga. Jenis  ini mengeluarkan senyawa volatil (mudah menguap) yang lebih sedikit daripada jenis lain. Akibatnya, tak begitu banyak serangga yang terjebak dalam kantungnya. Jenis ini juga memproduksi senyawa pencerna serangga yang juga lebih sedikit.
Peneliti melaporkan, meski kelelawar juga memakan serangga, kompetisi antara kelelawar dan katung semar tak ditemukan. Kelelawar juga tak pernah memakan serangga yang terjebak dalam kantung semar. Relasi antara keduanya murni mutualisme, kelawar mendapat tempat untuk membuang kotoran dan kantung semar mendapar nutrisi dari kotoran.
Grafe mengungkapkan, relasi tersebut terbentuk lewat proses evolusi setelah kelelawar bertengger di kantung semar. "Penggunaan secara insidental mungkin berevolusi menjadi reguler dan eksklusif ketika tanaman merespons dengan beradaptasi. Kantung semar menjadi tempat yang lebih atraktif untuk bertengger," papar Grafe.

sumber: www.kompas.com







Sabtu, 08 September 2012

artikel bioteknologi bidang kedokteran


Golongan Darah Ternyata Bisa Diubah


Jakarta, Hampir semua orang berpendapat bahwa golongan darah yang dimiliki seseorang akan tetap sama seumur hidupnya. Tapi ternyata anggapan ini salah. Dengan metode sederhana, seorang dokter bisa mengubah jenis-jenis golongan darah.

Terobosan ini bisa menjadi solusi dari masalah kekurangan darah dengan meningkatkan pasokan darah O yang dapat diberikan kepada siapa pun. Dalam artikel yang dimuat jurnal Nature Biotechnology, tim peneliti internasional menjelaskan bagaimana mereka dapat mengubah darah dari tipe A, B atau AB menjadi darah tipe O.

Molekul gula sederhana pada permukaan sel darah merah yang disebut antigen menentukan golongan darah seseorang. Salah satu jenis antigen akan menentukan tipe darah A, sedangkan antigen lainnya menentukan golongan darah B, dan orang yang memiliki kedua jenis antigen memiliki golongan darah AB. Orang yang tidak memiliki antigen memiliki golongan darah O, dan jumlahnya sekitar 40 persen dari populasi.

Sistem kekebalan tubuh mengenali antigennya sendiri, tetapi menganggap antigen jenis lain sebagai penyusup asing. Itu sebabnya orang dengan golongan darah A tidak dapat menerima transfusi dari orang dengan golongan darah B. Sistem kekebalan tubuhnya akan menyerang darah baru sebagai benda asing, sehingga membuat penerima darah menjadi sakit parah. Karena golongan darah O tidak memiliki antigen, maka ia dapat diterima oleh sistem kekebalan tubuh orang dengan golongan darah A, B, dan AB.

Para peneliti yang dipimpin oleh Prof Henrik Clausen dari Universitas Kopenhagen memeriksa 2.500 jenis jamur dan bakteri untuk mencari protein yang bermanfaat. Setelah melalui pencarian panjang, diketahui dua jenis bakteri, yaitu Elizabethkingia meningosepticum dan Bacterioides fragilis, menghasilkan enzim yang mampu melepaskan antigen yang menentukan golongan darah A dan B dari sel darah.

"Ini proses yang cukup sederhana. Kendala utamanya adalah menemukan enzim yang tepat sehingga dapat melepas hanya satu molekul gula dan meninggalkan molekul lain pada permukaan sel tetap utuh," kata Prof Clausen seperti dilansir Boston.com, Senin (27/2/2012).

Bacteroides fragilis akan menghilangkan antigen B, sedangkan Elizabethkingia meningosepticum dapat menghilangkan antigen A. Dengan metode ini, dokter dapat mengubah pasien yang memiliki golongan darah A, B, dan AB menjadi golongan darah O. Meskipun demikian, teknologi ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

"Ini adalah teknologi yang baik karena dapat meningkatkan persediaan darah golongan O. Tapi pengubahan golongan darah tidak sesederhana yang dibayangkan. Faktanya adalah, ketika sel dimodifikasi, dapat menyebabkan risiko dan perubahan yang tidak diharapkan," kata Steve Sloan, direktur kedokteran transfusi anak di Boston Children 's Hospital.